Ia bilang ia jatuh cinta padaku! Ini,
sungguh...
Ah! Betapa bahagianya aku. Dijatuhi cinta
pria macam dia. Postur tinggi, hidung (nyaris) mancung, kulitnya hitam legam,
manis. Ia tampak, berwibawa. Yah, mungkin rambutnya agak berantakkan. Oke, oke,
sangat berantakan. Tapi, manis. Sangat manis.
Tunggu dulu, tapi bagaimana bisa? Bukankah,
masih banyak yang lebih menggiurkan mata daripada aku? Aku ini bagai itik buruk
rupa. Lihatlah sekelilingku, aku redup di antara yang bersinar. Bagaimana...
"Aku tidak peduli," Sanggahnya,
"Aku inginnya kamu. Bagiku kau tampak sejuta kali lebih indah. Ikutlah
denganku, aku berjanji akan merawatmu." Ia mamaksaku, halus.
"Entahlah, tapi aku... Hei, apa yang
kau..." Terlambat. Sepertinya ia tak berminat tawar menawar. Bahkan
Sebelum aku berontak, ia sudah menarikku. Membawaku pergi, entah ke mana.
"Hei, Tuan, mau kauke-mana-kan aku?
Kau ini sungguh Tuan yang tak cakap bertatakrama." seruku.
Dan lihatlah, ia benar-benar tak punya
secuil pun sopan santun. Abai. Sama sekali abai. Menyebalkan.
Tak hanya sekali dua kali aku menegurnya,
menyemprot serapah, marah-marah. Tapi ia tetap tak bergeming. tetap dengan
tangan yang menggenggamku erat.
Hingga aku memutuskan untuk lelah, barulah
ia membuka mulutnya, tertawa, "Aku pikir kau tak akan berhenti, Nona
manis." Ia masih tertawa, aku jengkel. Tawanya menyembur lebih keras saat
menatapku, aku semakin jengkel. Apa-apaan orang ini, ternyata ia tak semanis
wajahnya, batinku.
Pegangan pada perutnya mengendur seiring
tawanya yang menyurut. Ia kembali membuka mulut, "Huh, rasanya aku sudah
lama sekali aku tidak tertawa. Kau tahu, Nona, aku lupa caranya."
'Sekarang apa? Dia mau curhat?'
"Hidupku sepi sekali. Semua orang
tiba-tiba saja pergi meninggalkanku. Ya, sendiri..." garis-garis di wajahnya
terlihat semakin nampak, garis-garis yang menceritakan segalanya.
Panjang lebar, ia ceritakan setengah
hidupnya, atau mungkin hampir semua? Mungkin, lebih tepat kalau kubilang empat
per lima hidupnya. "Menyedihkan, bukan?" tutupnya.
Setelah mendapat lebih dari cukup
penjelasan dari bibir hitamnya―ia seorang perokok―salah satu yang kutangkap
dari ceritanya, yang sempat membuatku bergidik, berapa lama aku bisa tahan
dengannya?―akhirnya aku bisa menghela napas lega. Tapi aku hanya diam.
Tepatnya, lebih ingin diam, aku ikut sedih mendengar kisahnya. Tapi sebaiknya
tak perlu kuceritakan pada kalian. Ya, bisa jadi sebuah aib.
Itulah cerita hampir dua tahun yang lalu.
Ini nyata, hei. Jangan pikir aku hanya mengelabui kalian. Toh, buat apa juga?
Sampai detik ini aku masih?dengan
setia?mendampingi hidupnya. Meski tertatih. Bagaimana tidak? Dahulu, ia bilang
ia akan berhenti merokok demi aku. Tapi lihat faktanya! Aku bahkan perlu
berjuang hebat untuk sekedar bernapas.
Bingung? Mungkin, ya. Baiklah, biar kujelaskan
siklusnya.
Pertama, Aku hidup berdua dengannya. Hanya
berdua.
Kedua, Setiap hari sudah barang tentu aku
bertemu dengannya.
Ketiga, Setiap kali ia stress, ia langsung
menghadapku, mengadu.
Keempat, Setiap kali ia stress, ia
melanggar janjinya. Ya, ia merokok di depanku.
Kelima, Ia semakin sering stress.
Keenam, Aku rasa aku terjangkit ISPA.
Bagaimanalah ini? Aku pun tak tahu lagi
harus melakukan apa? Ia bilang akulah yang membuatnya tak jadi layu. Membuat
hatinya tak lagi sendu.
Pernah suatu hari ia berpuisi untukku,
"Datanglah kau kekasih, dekap aku erat-erat. Jangan buang peluhku yang
tulus, biarkan hujan turun basahi jiwaku yang haus."
Dan entah dari mana datangnya, aku
membalasnya, berbisik, "Aku akan selalu di sisi. Seumpama daun pisang yang
melayu, namun tetap memeluk batangnya, kubiarkan hatiku memeluk dirimu,
selama-lamanya..."
"Tidak, jangan dulu layu,"
Katamu, "Jangan dulu layu sebelum usiaku benar-benar sayu. Berjanjilah
padaku, masayu." Hei siapa itu masayu? "Dekap aku dan jangan pernah
layu..."
Sekarang, ada yang bisa menjelaskan? Kenapa
pria suka plinplan begitu? Dulu ia yang memintaku untuk tidak layu. Tapi
bagaimana aku bisa menghindar dari asap yang mengukungku ini? Ia tak pernah
berterus terang padaku tentang masalahnya. Lalu, bagaimana aku bisa membantu?
Di depanku ia terus saja menggerutu. Ia hanya menjadikanku objek menggerutu.
Dan, apakah aku berhak puas untuk itu?
Mungkin keadaannya akan lebih baik jika
saja dia masih ingat untuk menyiramku. Tapi, sebaiknya aku tidak perlu
repot-repot berharap, Karena kawanku, Hujan, senantiasa mengingat dan terjun
bebas menyelamatkanku. Untungnya tempat aku berdiam adalah di tepi jendela
balkon atas, jadi cipratan air dari kawanku itu masih sanggup menggapaiku.
Terakhir kali ia datang, ia bilang aku
kurus sekali, keriput pula. Ya ampun, aku sendiri tidak pernah sadar atas
perubahan-perubahan yang terjadi padaku. Benarkah aku seburuk itu?
Mungkin faktor kelebihan menghirup gas abu
itu, ditambah kepeduliannya yang lupa menyiramku. Aku benar-benar sekarat
sekarang. Aku mulai layu. Andai ia tahu...
Sayangnya, makin ke sini ia makin tak
terlihat begitu mengingatku. Ia semakin jarang menjengukku. Aku sebenarnya
ingin saja mendatanginya. Tapi, hei, yang benar saja, mana bisa aku
loncat-loncat menuju kamarnya sambil mengangkut pot tempat berdiangku. Terlalu
tidak mungkin. Telalu berat,-
Aku bahkan kini lupa, aku ini spesies apa?
Yang jelas sih, bukan mamalia, hanya setangkai bunga. Setangkai bunga buruk
rupa. Tapi, apalah artinya jika layu hendak memutus nyawaku. Akankah ia mencari
bunga-bunga baru? Entahlah. Kurasa, aku lebih baik tak usah tahu.
Lantas semua ini salah siapa? Salahnyakah?
Atau salahku? Atau salah masalah yang menimpanya? Atau siapakah? Atau, bisa
jadi bukan salah siapa-siapa. Sepertinya aku menyukai ide yang terakhir.
Tak sepatutnya mencari siapa yang salah.
Mungkin ini kehendak Tuhan. Mungkin saja Tuhan bermaksud menggembleng kita
supaya menjadi pribadi yang lebih kuat. Mungkin...
Jikalau memang benar begitu adanya, aku
rasa aku ingin berdoa saja... Karena, bagaimana pun skenarioNya, Tuhan tahu
mana yang terbaik untuk hambaNya. Selalu...
![]() |
sumber |
May 19th 2013
Tepi jendela lantai dua
ceritanya keren.. dari awal yang tergambar dalam pikiranku adl cerita tentang seorang wanita dan lelaki eh rupanya 'aku' dalam cerita dia atas adalah bunga.. nice story^^
BalasHapusHehe, terima kasih :))
Hapusgatau kenapa, aku suka aja pake sudut pandang sebagai tanaman :D
Keren kisahnya...pengin bisa bikin kisah kayak gini, tips-nya gimana sih? Salam kenal
BalasHapusSalam kenal juga, Anton :)
Hapuside ceritanya aku dapet dari sms, terus iseng aja dituang ke wadah yang lebih imajinatif :D maklum, emang suka mengkhayal, hehe..
Untuk tips, aduh, gimana ya? Ini juga masih belajar, masih coba-coba. Ya, tulis aja apa yang dipikirkan. Urusan ngedit, nanti-nanti :D
layu sebelum berkembang.
BalasHapusterdengar pedih :')
Hapushampir aja tertipu, kirain romansa dua remaja, ternyata kisah 'bunga'. Balutan ceritanya keren banget! #ThumbsUp :D
BalasHapussebenarnya, kisah romansa tiga remaja, eh, dua maksudnya, yang dikemas dalam bentuk lain, hehe :D iseng aja. terimakasih jempolnya yaa ^^
Hapuspepatah mengatakan, pria bukan prokok, tanda tak jantan..wkwkwk
BalasHapuskeren tulisannya, kata2nya bagus, jd pnasaran baca ceritanya sampe habis..hehe
pepatah yang jelek :p hohohoh
HapusKeren nih tulisannya. Mengalir aja gitu, tapi buat penasaran :D
BalasHapusalhamdulillah :D
Hapuskalau baca kayak ginian, jadi pengen nulis nih :)
BalasHapusayoo nulis ^^
Hapusuwaaaaaa... Kereeen! T_T bagus!
BalasHapusnama blognya juga bagus, ini serba bagusm dari blog sampai postingan
Salam kenal, perdana main kesini nih ;)
yampun, terima kasih banyak, pujiannya ^^
Hapusjadi terharu :'D
semoga tidak lekas menjadikan saya tinggi :)))
wuidihh... gue kirain tadi cerita lo sama pcar lo, ternyata tnman yak ?
BalasHapuskeren banget dah tlisan kyak gni, bkin org hrus kudu wajib buat baca smpai abis
hehehe, terima kasih ^^
Hapusaaaaaaaaaaaak, keren banget deh ni cerpennya. Sukak! coba deh kalau ini dikirim ke majalah gitu siapa tahu bisa tembus dan dipublish...aku suka cerpen ringan, diksi syahdu dan akhiran yang sama sekali tidak terduga. jadi pingin buat jga..enaknya aku jadi apa yaaa...kucing, bunga, dompet, rok, atau uang?? hehehehe
BalasHapusaku suka bunga, kak mey :3ah, kalau kirim-kirim gitu nilam kurang pede (-"-)
HapusEnggak paham... >.<
BalasHapusyah, om gandi mah :((
HapusHebat !!! (Ʃ⌣ƪ)
BalasHapusnein, biasa sajolah (-"-)
Hapussama seperti yang lain..
BalasHapussaya juga tertipu...
padahal tadi udah baca twit kamu ke @nulisbuku kalau 'tokoh utama cerita ini adalah bunga' -_-" hahaa
dan ini KEREN!! :D
tapi jangan dilaporin ke polisyih yaaw karena tuduhan [enipuan xD
Hapusterima ksih atas kunjungan dan pujiannya ^^
Salam kenal... :D
BalasHapusSuka banget ceritanya. Tadi lihat @nulisbuku dan baca tentang pohon angsana di blog sebelah, dan sekarang tokoh utamanya bunga.
Dua-duanya bagus dan menyentuh. Kerennnn....!
Ternyata menulis cerita bisa juga pakai karakter selain manusia.
Pengen juga bisa bikin cerita kayak gini. XD
Happy writing! :D
waah, senangnya :D
Hapussalam kenal jugaa ^^
ayo kita nulis ;D
Keren >.<
BalasHapusTapi kok aku gak dapet sudut pandang dari sosok cowonya ya?
sengaja pakai satu sudut azaah, mhehe
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuswow, amazing!
BalasHapustulisannya mengalir banget, apa adanya, ga maksa. keren (y)
komentar Anda juga keren (y)
HapusSukaaa :D
BalasHapusna'aaaam :D
Hapusfollback dong :)
BalasHapushehe, sudah kan, ya, waktu itu? ^^
HapusSaya juga ketipu nih kak, saya kira seorang laki-laki yang jadi tokohnya :)
BalasHapusSalam kenal sebelumnya, boleh minta ajarin
hehe